![]() |
dokumen pribadi |
Tulisan
ini sebagai tumbal kekecewaan sekaligus kesedihan. Sebenarnya dulu, saat beliau
terbaring di rumah sakit, saya sudah merasakan jarak yang demikian dekat dengan
beliau sekalipun lewat tulisan yang terangkum dalam buku maupun tulisan lepas
yang sempat saya dokumentasikan. Hanya bermodalkan 2 buah buku yang saya
miliki, saya punya kesan bahwa Rosihan Anwar adalah seorang pencatat yang baik.
Kolega beliau malah lebih tajam lagi yaitu memberi predikat sebagai “seorang
pengingat yang tajam”.
Adapun
kesedihan sudah pasti saya rasakan setelah beliau dipanggil yang kuasa. Beliau
sangat mencintai negeri ini. Ide dan buah pikirannya sangat aktual baik pada
saat beliau masih aktif sebagai wartawan, maupun saat usia beranjak tua.
Sebagai orang yang sangat gigih untuk mengembangkan kebudayaan Indonesia, sudah
sepatutnya kita meneladani perilaku beliau sebagai satu kesatuan yang utuh,
bagimana kita menyayangi bangsa ini.
Buku
sejarah kecil terbit dari edisi pertama sampai tiga. Dia sebut sejarah kecil,
karena menurut beliau kejadian yang dia catat luput dari penulisan sejarah pada
umumnya. Bagi pembaca yang jeli menelaah tulisan itu, niscaya akan dapat merasakan
dan merangkai peristiwa perjalanan bangsa ini dalam perjalanan yang berliku.
Semasa
masih sekolah, beliau mencatat perjalanan rekan-rekannya hingga sampai menemui
puncak karier masing-masing. Bagi yang menduduki jabatan disebuah lembaga yang
cukup bergengsi, tidak menemui kesulitan dalam menuturkan alur biografinya.
Namun dia amat sedih, manakala teman beliau tak kunjung ditemukan titik
keberadaannya.
Dalam
buku sejarah kecil edisi perdana, diceriterakan bagaimana daerah-daerah negeri
ini memiliki ciri keunikan, baik berupa potensi daerah maupun pertikaian melewati
tiga zaman. Ia dengan jeli dapat menuturkan peristiwa yang demikian detail. Sekarang,
yang katanya semangat otonomi daerah demikian menggebu-gebu, sangat lucu bila
tidak mengetahui perjalanan daerahnyha masing-masing. Coba tanyakan kepada para
pemimpin ataupun calon pemimpin daerah yang katanya siap mengembangkan
demokrasi di daerahnya, apakah benar mereka mengetahui dengan persis perjalanan
daerah sendiri? Apakah para pemimpin dapat mengambil benang merah sejarah
daerahnya sendiri?
Buku
“Napak Tilas ke Belanda”, adalah buku yang berisi catatan beliau saat meliput
Konferensi Meja Bundar (KMB). Dari sekian banyak wartawan yang mengikuti
perundingan itu, ternyata hanya beliau yang masih hidup. Jarak peristiwa KMB
sampai dengan tahun 2009 adalah 60 tahun. Waktu yang cukup lama bila diukur
dengan umur manusia.
88
tahun adalah umur beliau saat mengenang kembali kejadian KMB. Ia bisa
menceriterakan secara rinci peristiwa penyerahan kedaulatan dari Kerajaan
Belanda kepada Negara federal Republik Indonesia Serikat (RIS). Luar biasa!
Bahkan tempat - tempat khusus (kamar di Valerius Straat) masih diingat dan
sekaligus dikunjungi. Tidak banyak orang yang bisa menuturkan peristiwa
sejarah, sehingga pembaca bisa merasakan seperti kejadian sesungguhnya.
Tidak
berlebihan bila seorang wartawan bisa juga berperan seperti spionase. Dalam bab
VI ditulis : Kisah konspirasi kudeta di Indonesia awal 1950. Diceriterakan
bahwa ada kisah persekongkolan antara Pangeran Bernhard, Kapten Raymond
Westerling, Sultan Pontianak Hamid dan diplomat Pakistan Sirdar Iqbal Ali Shah
pada awal tahun 1950 untuk menggulingkan pemerintah RIS dan Presiden Ir.
Sukarno. Pembaca penasaran mengetahui isi kisah itu? Baca bukunya!
Posting Komentar untuk "Buku Rosihan Anwar yang Saya Miliki"