![]() |
dokumen pribadi |
Belajar sejarah memang mengasyikan. Baik sejarah sebagai ilmu,
sejarah sebagai kisah maupun sejarah sebagai peletak dasar munculnya dongeng.
Saya senang membaca sejarah justru bukan dari ilmu sejarah murni,
namun dari novel-novel yang berlatar belakang sebuah peristiwa. Karena cerita
yang dibangun telah dibumbui dengan karya sastra, sehingga peristiwa sejarahnya
sendiri menjadi bias. Atau kejadian masa lampu telah dikembangkan dengan
bumbu-bumbu tertentu (sesuai selera penulis) namun hasil akhir orang tetap
tertarik dengan bacaan itu.
Saya sendiri tertarik dengan kajian sejarah. Biarpun penulisan
sejarah itu sudah tidak murni lagi dalam menginformasikan kejadian, tapi saya
dapat menarik tali simpul dari sana-sini, dapat menghubungkan peristiwa
satu dengan yang lain, sehingga saya percaya terhadap peristiwa tertentu, tapi
sekaligus tidak percaya tulisan yang bernada profokasi.
Buku yang sempat menjadikan saya tertarik dengan sejarah antara
lain karya :
Salah satu bukunya “Jerusalem”. Bercerita panjang lebar tentang
kemunculan agama-agama samawi (agama langit). Namun jangan salah paham beliau
akan mengupas tentang agama. Justru yang menarik bagi saya adalah, perjalanan
sejarah orang yang mengaku beragama. Ia bertutur juga tentang kebudayaan yang
dianut oleh suatu kaum. Bila membaca buku ini, kita akan sedikit mengetahui
mana adat istiadat, mana kebudayaan dan mana perintah agama. Bila mana kita
sudah dapat membedakan, maka sebenarnya tidak perlu ada konflik yang
berkepanjangan antar saudara. Tidak perlu ada orang yang bangga sebagai orang
mati syahid (bedakan dengan mati sia-sia) hanya karena kepercayaan yang belum
tentu perintah agama.
2. Umar Kayam dan Ahmad Tohari
![]() |
dokumen pribadi |
Dua buah buku karya Umar Kayam adalah “Para Priyayi” dan Jalan
“Menikung”. Buku tersebut bercerita tentang perjalanan sebuah keluarga untuk
mendapatkan status priyayi. Sebuah strata sosial yang diagungkan saat itu dalam
komunitas di jawa, khususnya Yogyakarta dan Surakarta. Dua buah kota yang
dianggap sebagai pusat kekuasaan sekaligus pusat kebudayaan kala itu. Saya
menjadi tahu sedikit tentang budaya priyayi. Menjadi sedikit lebih tahu siapa
sebenarnya yang disebut priyayi. Masih layakkah menyandang priyayi, saat
kehidupan sekarang semakin majemuk. Ada pembelajaran yang sangat penting bila
dihubungkan dengan tata pergaulan dalam bermasyarakat.
Ahmad Tohari menulis novel trilogi “Ronggeng Dukuh Paruk”
bercerita tentang perjalanan seorang gadis desa yang berprofesi sebagai penari
ronggeng tapi berakhir dengan kepedihan karena dianggap mengikuti partai
terlarang. Kehidupan didesa yang masih serba terbatas. Ekonomi yang kurang bias
menopang untuk hidup, ilmu yang masih terbatas, sehingga wajar, bila
menggantungkan pada benda-benda yang dianggap keramat.
Novel yang pernah menjadi kajian wajib bagi mahasiswa sastra,
berisi tentang eksploitasi manusia. Orang desa yang tidak pernah tahu dan
sedikitpun tidak belajar tentang politik, tapi menjadi korban politik. Membaca
novel ini, menjadi lebih tahu perihal partai politik yang tidak pernah ramah
kepada manusia.
3. Remy Silado
Saya lebih pas menyebut beliau special novel bermata sipit. Karena
tulisannya memang berkisah sejarah orang jepang dan cina pada masa lampau. Dari
buku-buku yang ia tulis, banyak mengungkap peristiwa sejarah berlatar belakang
pada masa pendudukan Belanda dan Jepang. Adapun orang cina dimanfaatkan oleh
kompeni sebagai mitra kerja. Karena seperti yang kita ketahui bahwa orang cina
pandai berdagang.
Demikian juga pada novel “Pangeran Diponegoro”, yang oleh penulis
bahwa Diponegoro adalah orang yang lurus, mengabdi kepada raja yang sah,
dan cinta dengan rakyat. Justru dengan sikap yang istiqomah itulah dimanfaatkan
oleh kompeni dengan tipu muslihatnya.
Posting Komentar untuk "Belajar Sejarah (2)"