![]() |
dokumen pribadi |
Ketika Uni Sovyet (Rusia) berhasil
meluncurkan pesawat luar angkasa Sputnik, Amerika Serikat meradang. Kecemasan
yang menghantui Amerika adalah ternyata proses transformasi ilmu di
sekolah-sekolah mengalami kegagalan. Oleh karena itu mereka mulai kembali
mereksonstruksi pendidkan dengan program bernama go back to basic. (prof.
suyanto dan Drs. Djihad Hisyam, M.Pd. dalam bukunya Refkeksi Dan Reformasi
Pendidikan di Indonesia memasuki Milenium III).
Program dan doktrin pendidikan itu
berisi muatan yang sederhana, yaitu reading, writing and arithmetic. Mengapa
yang dikedepankan justru reading dan writing, bukan arithmetic sebagai ilmu
basic dalam pengembangan teknologi? Mereka menganggap bahwa kunci untuk
menguasai iptek adalah kemampuan berkomunikasi.
Komunikasi ternyata memegang peranan
yang sangat fundamental dalam membangun kerangka kebudayaan bangsa dan
mewujudkan perkembangan teknologi. Dengan menguasai kemampuan berkomunikasi,
maka dapat mengungkap rahasia-rahasia alam di sekitarnya. Tanpa kemampuan
berkomunikasi dengan baik, jangankan mengungkap rahasia alam, memahamipun tidak
pernah bias.
Seberapa besar kemampuan komunikasi
dikalangan kita? Atau benarkah kita sudah berkomunikasi dengan baik dan
teratur?
Bahasa lisan misalnya. Banyak kita
jumpai dalam kita bercakap-cakap kurang benar, sehingga harus mengulang dua
atau tiga kali kalimat yang telah kita ucapkan. Terkadang kita juga harus
memakai alat bantu dengan bahasa isyarat untuk meyakinkan ucapan. Itu baru
bahasa percakapan.
Marilah kita tengok bahasa yang
disampaikan dalam forum resmi. Hanya bagi orang yang sudah banyak membaca saja
yang dapat menguasai komunikasi di lingkungan formal. Karena dengan membaca
(apalagi menulis), ia memiliki banyak perbendaharaan kata.
Bagaimana kalau kemampuan menulis?
Kompasioner lebih mengetahui.
Agar mendapatkan generasi yang mampu
membaca, menulis dan trampil berhitung ada dua wacana yang mesti ditempuh.
Pertama : Negara berkewajiban
mencerdaskan kehidupan bangsa dengan cara mewajibkan semua warga negara untuk
membaca. Untuk aset masa depan, sekolah mesti digarap dengan sungguh-sungguh.
Perpustakaan difungsikan sebagaimana mestinya. Perpustakaan tidak hanya simbol
untuk memperoleh akreditasi yang baik.
Kepala Sekolah mewajibkan kepada guru
untuk membaca dan merangkum. Hasil rangkuman dipresentasikan didepan guru lain
dalam sebuah pertemuan rutin. Bila guru telah melaksanakan dengan baik dan
sungguh-sungguh, siswa secara otomatis akan mengikuti, tanpa harus diperintah.
Kedua : Orang tua, wajib menyisihkan sekian
persen uang belanja untuk pembelian buku bacaan keluarga. Mengapa wisata bersama
keluarga sebulan sekali bisa dilaksanakan, namun membeli buku tidak mampu?
Mengapa sangup mengganti handphone yang jauh lebih bagus, sedangkan koleksi
buku tidak mampu?
Membaca buku harus
dilandasi dengan kemauan yang kuat. Koleksi buku adalah sebuah asset untuk masa
depan. Menciptakan keluarga yang memiliki wawasan luas harus menjadi idaman.
Dengan memiliki keluarga yang mempunyai nafsu untuk selalu membaca dan
sekaligus bisa menulis, maka membangun budaya gemar membaca dan menulis semakin
Nampak di depan mata.
sebagai motivasi pak dan masukan untuk saya...salam blogger ^__^
BalasHapussalam. sama-sama belajar mas.
Hapus