Jurnalis Atmakusumah AstraAtmadja mengakui bahwa salah satu kekuatan investigasi Tempo adalah ketaatannya memberi ruang tanggapan buat tertuduh. Tak ada yang terlewat, semua yang diliput diberi ruang untuk merespons.
Tulisan diatas saya kutip dari buku “Cerita Di Balik Dapur Tempo- 40 tahun (1971 – 2011). Sebuah tulisan diakhir sebuah paragraf. Tapi maknanya begitu mendalam. Penuduh maupun tertuduh semua diberi kesempatan untuk mengatakan sesuai dengan fakta yang dialaminya. Pembaca diberi keleluasaan untuk menjadi hakim. Pembaca yang bijak ia tidak serta merta menerima berita yang dibaca. Ia akan melakukan cross cek dengan sumber lain.
Tempo, mengklaim dirinya sebagai media tak bertuan. Sampai sekarang, seperti yang sekarang kita lihat,
tempo tetap konsisten. Independen. Justru tanpa
tuanlah, Tempo dengan
leluasa menulis apa adanya. Baik
perorangan maupun kelembagaan, baik swasta maupun pemerintah, Tempo memiliki
kewajiban memberitahukan kepada orang lain lewat jurnalistik. Apalagi,
Tempo telah mengalami hidup dalam masa orde
baru. Masa dimana kekuasaan amat absolut. Ujudnya tidak terlihat mata tapi
mematikan.
Kata independen,
menurut saya, lebih
banyak digunakan pada
nuansa politik. Atau bidang apa
saja namun dipolitikan. Politik bisa menjalar sampai
seluruh sendi kehidupan, termasuk bermain dalam wilayah yang paling asasi
sekalipun, yaitu agama.
Karena politik adalah seksi, begitu menggoda.
Jadi adakah media, baik
elektronik maupun bukan, yang dapat berdiri tanpa kekuatan kepentingan kelompok
dan golongan tertentu? Jawabnya tentu saja saya kembalikan kepada pembaca.
Sebab bisa jadi, pembaca memiliki media, dan itu resmi, yang beredar dalam
komunitas tertentu.
Ada harapan media
elektronik khususnya radio, yang secara rutin mewartakan berita aktual seputar
politik dan ekonomi lengkap dengan analisanya yang benar-benar ditengah, tanpa memihak. Mereka
berani mengambil nara sumber yang kredibel, yang bisa dipertanggung jawabkan.
Mumpuni, berbicara diatas fakta dan data. Namun keberadaan radio masih terbatas dalam
radius gelombang. Masih kedaerahan.
Semula
detik.com bisa juga kita anggap sebuah impian. Tapi sekarang
detik sudah bertuan. Bahkan media internet ini telah dikawinkan dengan
televisi. Jadilah wajah yang glamour. Disana sini telah dipoles seperti siap
bertarung dalam ajang festival. Detik masih berbaju berita dengan mengandalkan kecepatan,
namun minim analisa.
Metro TV adalah salah
satu asa, yang digadang-gadang untuk menjadi salah satu sumber yang bisa dipercaya, dalam membagi informasi.
Namun akhirnya gugur juga, setelah pemiliknya memproklamirkan partai politik
“Nasdem”. Dulu, Nasional Demokratik berikhtiar hanya sebagai organisasi sosial. Namun setelah bergoyang dengan si seksi, jatuhlah
dalam pelukan partai.
Bagaimana cara bersikap, andaikata kita menemui sebuah berita yang datang
dari berbagai jenis media yang mengusung misinya masing-masing? Perbanyak membaca pembanding. Sekalipun
berita dan muatannya sama, namun bila diimbangi dengan membaca dari sumber
lain, minimal banyak referensi yang masuk ke otak kita. Bila informasi sudah masuk tinggal giliran otak yang bekerja, sampai menuju kesimpulan.
Lakukan silang pendapat. Aroma dan rasa minuman dalam kemasan botol, memiliki
takaran yang hampir sama. Volume, komposisi pemanis, dan ragam rempah-rempah
yang menyertainya. Bila dihidangkan kepada 5 orang, dapat dipastikan bahwa
minuman itu mempunyai 5 rasa. Karena setiap orang memiliki kadar rasa yang
berbeda-beda.
Analoginya sama dengan
berita.
Rencana kenaikan harga BBM yang tertunda, punya interpretasi yang berbeda.
Tergantung dari penerima berita dan tafsirannya. Dari obrolan itulah kita bisa
mengambil hikmah sampai menuju kesimpulan.
Konsultasikan dengan buku bacaan. Sewaktu sekolah atau kuliah pasti kita punya buku
bacaan atau paling tidak catatan. Buku dan catatan itu adalah sebuah ilmu yang
dibangun dari beberapa informasi/pengalaman yang secara terus menerus dan cenderung
tetap. Proses seleksi alam, mengatakan bahwa yang terkuat adalah yang paling
unggul. Teori ini dapat kita gunakan dalam segala cuaca. Manusia bila ingin
eksis, maka harus mengalahkan segala rintangan.
Berita,
bila ingin selalu dibaca oleh orang lain maka harus melewati seleksi alam. Pada
masa sekarang, seleksi alam bisa dikatagorikan sebagai manajemen. Semakin baik
manajemennya, maka semakin baik pula pengelolaan berita. Baik dalam arti
kualitas berita. Berita itu ditopang oleh sumber daya manusia, sumber
financial, jaringan dll.
Posting Komentar untuk "Media Tanpa Tuan"