Setiap orang memiliki tingkat pemahaman terhadap sastra yang berbeda-beda. Hal ini dapat diketahui bila ada pameran buku atau kajian sastra. Di pameran buku tampak jelas. Bila seseorang membaca referensi buku, maka ia begitu lama tidak beranjak dari tempat itu. Ia dengan takzim memilih buku yang memiliki karya sastra yang berbobot. Dipihak lain, ada orang yang melihat buku hanya sepintas saja, itu pun buku-buku yang memiliki karya sastra yang ringan.
Seorang penggemar sastra akan memilih buku yang sesuai
bobot penulis. Seolah-olah Ia telah memiliki ikatan batin dengan pengarang,
atau mempunyai kesamaan cara pandang. Sebagai
contoh, buku
yang bercerita tentang “Syaikh Siti Jenar”. Ada banyak ragam versi yang dapat
kita temukan. Ada penulis yang berlatar belakang sejarawan, ada yang memiliki
disiplin pendidikan, ada pula seorang filosof. Seorang
pembaca akan memilih buku yang sesuai dengan keinginannya. Meskipun secara
substansi isi bukunya sama namun cara pendekatan penulisannya berbeda.
Dari
beragam aliran tulisan itulah yang menyebabkan pembaca memiliki apresiasi
sastra yang berbeda. Dari berbagai ragam karya
sastra, ada karya sastra yang memiliki
nilai kualitas yang tinggi. Tidak semua orang mampu memahami karya itu. Diperlukan ilmu dasar untuk dapat
menyerap kandungan nilai satra tersebut.
Menurut saya, ada 3 macam penyebab yang dapat
menimbulkan perbedaan persepsi tentang
nilai sastra :
Lingkungan
Lingkungan
keluarga sangat besar peranannya dalam membentuk pemahaman tentang karya sastra.
Keluarga yang telah terkondisi dengan tradisi membaca, memiliki kontribusi yang
besar bagi anggota keluarga itu dalam memahami sastra. Masyarakat yang selalu
menghidupkan karya sastra lewat permainan anak (dolanan), nyanyian yang
dipadukan dengan alat musik tradisional, peristiwa ritual, juga mendukung
seseorang dalam memahami karya sastra.
Pengetahuan
Sekolah,
kuliah, kursus atau sejenisnya adalah ladang untuk memahami pengetahuan.
Pengetahuan merupakan jembatan untuk memahami karya sastra. Ada sedikit
jaminan, bahwa semakin tinggi seseorang memperoleh ilmu, semakin tinggi pula
tingkat pemahaman terhadap karya sastra. Namun tidak semua orang yang
berpengetahuan mencintai karya sastra. Baginya, pengetahuan hanya diibaratkan
sebuah kendaraan untuk mencapai tujuan tertentu.
Pengalaman
Pengalaman
adalah guru yang baik. Melihat lebih baik dari mendengar. Mempraktekkan jauh
lebih baik dari pada melihat. Ada rasa keasyikan tersendiri bila membaca cerpen
dari seorang cerpenis kegemarannya. Ada suasana melayang saat mencoba menyerap
kata dalam puisi.
Tapi,
membuat cerpen lebih asyik bila hanya sekedar membaca. Mengungkap perasaan
dengan cara menulis puisi jauh lebih mengena. Membuat cerpen, menulis puisi
atau sejenisnya, adalah sebuah pengalaman. Dengan begitu Ia akan mengetahui
seberapa tingkat karya sastra. Ia juga secara langsung akan menghargai sebuah
karya sastra.
Posting Komentar untuk "Apresiasi Sastra"