Jum'at Berkah
“Sesungguhnya yang halal itu
jelas, sebagaimana yang haram pun jelas. Di antara keduanya terdapat perkara
syubhat–yang masih samar–yang tidak diketahui oleh kebanyakan orang.
Barangsiapa yang menghindarkan diri dari perkara syubhat, maka ia telah
menyelamatkan agama dan kehormatannya. Barangsiapa yang terjerumus ke dalam
perkara syubhat, maka ia bisa terjatuh pada perkara haram. (HR. Bukhari dan Muslim)
Sebagaimana warna itu tampak kelihatan jelas kalau ada putih dan
hitam. Warna putih atas hitam, atau sebaliknya, terpampang gamblang. Namun
diantara keduanya ada warna abu-abu, tidak kelihatan kontrasnya. Berimbang.
Putih bukan, hitampun bukan.
Dalam khasanah hukum Islam, yang tampak abu-abu dinamakan syubhat.
Sebagian orang mempunyai persepsi antara halal maupun haram. Karena orang
tersebut belum mengetahui dasar hukumnya. Atau tingkat keyakinannya belum
optimal. Sehingga muncul keragu-raguan.
Arti syubhat sendiri adalah sesuatu yang diragukan atau tidak jelas
keadaannya. Karena hukumnya tidak jelas dan samar-samar, maka Islam
menganjurkan untuk meninggalkan perkara syubhat.
Beberapa contoh hukum yang masih diragukan kehalalan atau
keharamannya. Makan binatang seperti kodok dan buaya. Apakah kodok dan buaya boleh
dimakan? Belum ada titik terang.
Merokok. Sampai saat ini ada yang menghakimi sebagai perbuatan yang
halal, ada pula yang mengharamkan. Berdalih haram, karena mendatangkan
kemadharatan. Terutama Kesehatan. Berstatus halal, karena memanfaatkan tanaman
tembakau.
Dalam kegiatan perekonomian, misalnya tentang bunga bank. Bernilai
halal bila Banknya milik Pemerintah. Asumsinya, bunga bank masuk kas
pemerintah. Sebaliknya, menjadi haram bila bertransaksi lewat Bank Swasta.
Jika Islam itu sempurna atau lengkap, lalu mengapa ada perbedaan dan
perselisihan pendapat di antara para ulama? Jawabnya, Allah dan Rasul-Nya telah
menjelaskan segala yang halal dan yang haram. Namun ada
permasalahan-permasalahan tersebut yang masyhur bagi sekelompok orang,
sementara bagi yang lainnya hal itu tidak diketahui. Sesuatu yang tidak
diketahui inilah yang memicu munculnya perbedaan pendapat.
Salah satu sebab perbedaan pendapat adalah tingkat pemahaman yang
berbeda-beda antar orang. Seseorang dapat memahami lengkap sebuah syariat. Sementara
yang lainnya, ada yang baru mengetahui sebagian, atau malah belum mengenalnya. Agar
lebih aman dalam pertanggungjawab, maka tinggalkan yang syubhat.
Namun yang perlu juga menjadi pegangan bagi setiap Muslim, Allah
Ta’ala tidak akan membiarkan umat ini satu suara, sepakat dalam kesalahan. Sebagaimana
sebuah hadits “Sesungguhnya umatku tidak akan mungkin bersepakat dalam
kesesatan.” (HR. Ibnu Majah no. 3950).
Posting Komentar untuk "Hindari Subhat"