Etika (2)


Asal kata etika dari bahasa Yunani
ethos yang berarti karakter, adat kebiasaan, atau kebiasaan moral, adalah cabang filsafat yang mempelajari tentang baik dan buruk, benar dan salah dalam tindakan manusia. Etika bukan sekadar aturan atau norma belaka, melainkan sebuah refleksi mendalam tentang nilai-nilai yang mendasari perilaku kita sebagai manusia.

Secara khusus pengertian etika adalah ilmu tentang sikap dan kesusilaan individu dalam suatu lingkungan sosial, yang penuh dengan aturan dan prinsip tentang apa yang dianggap sebagai perilaku yang benar.

Secara umum pengertian etika adalah aturan, norma, kaidah, atau prosedur yang biasa digunakan individu sebagai pedoman atau prinsip dalam melakukan perbuatan dan perilakunya. Penerapan norma inierat kaitannya denganbaikburuknya seorang individu dalam masyarakat.

Secara garis besar ada tiga macam etika, yaitu konsekuensialitas, deontology dan keutamaan. Dalam etika konsekuensialitas, suatu Tindakan atau perilaku dinailai baik dan benar berdasarkan dampaknya. Perbuatan bernilai benar dapat dilihat dari situasinya. Sebaliknya, perilaku dinilai salah juga dapat dipandang dari kondisinya.

Sebagai contoh. Ada seorang yang melakukan transaksi di sebuah kassa. Dalam hitungan, orang itu mendapat pengembalian sejumlah uang dari kasir. Uang tersebut telah diserahkan kepada konsumen, dan dimasukkan ke saku. Entah mengapa, orang itu merasa belum menerima pengembalian. Terjadilah kesalahpahaman. Bila ia mengakui telah menerima, maka perbuatan itu dianggap ‘benar’. Namun kalau terjadi sebaliknya, maka orang tersebut dinilai ‘salah’.

Kedua, Etika Doentology adalah etika yang berbasis moral. Acuannya adalah kitab suci, undang-unagn atau teks lainnya yang telah disepakati. Bila aturannya salah, maka tetap salah. Tidak ada alasan apapun yang dapat membenarkan. Berbohong itu salah. Tidak ada yang akan menggugat bahwa berbohong itu benar, bial merujuk pada teksnya.

Etika ini sifatnya kaku, rigid, karena memang berbasis aturan. Tidak ada hitung-hitungan untung dan rugi, apalagi benar dan salah. Apa yang benar sesuai moral, akan bernilai benar. Hal yang paling sering timbul konflik adalah bila mempermasalahkan aturan atau undang-undangnya.

Etika Arete atau Keutamaan. Etika ini tidak membahas benar tidaknya sebuah perbuatan. Tidak mengurai secara spesifik sebuah perilaku. Atau tidak mengkalkulasi untung ruginya sebuah tindakan. Karena etika Arete atau Keutamaan lebih condong kepada penanaman karakter. Ukuran karakter yang lebih, akan menghasilkan pilihan yang baik, demikian juga sebaliknya.

Fokus pada karakter juga menuntut konsistensi. Bukan dua atau tiga tindakan saja. Sebagai contoh, bila kita berada di sebuah pesta yang disediakan hidangan secara prasmanan. Mengambil nasi beserta lauk yang dapat dihabiskan saat itu tanpa merasa kekenyangan adalah bijaksana. Tetapi kalau mengambil nasi dua kali dari porsi biasanya, lauknya masing-masing diambil tiga kalinya, menurut etika konsekuensialitas, dapat dibenarkan karena memang ada. Namun tindakannya tidak adil atau tidak bijaksana.

Bahan bacaan: “The Compass” Filosofi Arete untuk Bahagia Sejati, karya Henry Manampiring


Posting Komentar untuk "Etika (2)"