Kesetimbangan antara Berbicara dan Mendengar



Jum'at Berkah

Tulisan berikut adalah buah hikmah saat saya berbicara dengan seorang teman yang menjadi khotib – sebut saja ustadz Joko. Seperti biasa, setiap bulan September-oktober tiap tahun, saya mencari khotib tahun berikut untuk masjid yang kami kelola dengan rekan-rekan. Ada khotib yang langganan, ada yang baru. Masjid kami sudah lama memasang khotib paling banyak dua kali dalam setahun. Artinya saya mencari khotib minimal 26 orang dalam satu tahun.

Saat saya hubungan ustadz Joko untuk menjadi salah satu khotib, dan hari jum’at yang telah saya beri tanda untuk beliau, saya mendapat jawaban:

“Mas, untuk tahun depan jadwal saya sudah penuh. Saya membatasi menjadi khotib dua kali dalam sebulan. Saya akan menjadi makmum, dan mendengarkan uraian khotbah orang lain, sebanyak dua kali juga dalam sebulan.”

Mendapat jawaban seperti itu saya cukup tergagap, dan saya sempat menggoda

“apa bener ustadz?”.

Setelah basa-basi agak lama, sayapun menerima alasan beliau.

Rupaya berbicara dan mendengar harus seimbang. Menjadi seorang khotib memang tidak ringan. Disamping harus mampu fasih membaca ayat-ayat al-Qur’an, mampu menafsirkan ayat yang tersirat dan tersurat, dan yang lebih penting adalah melaksanakan apa yang diucapkan.

Sampai kapanpun khotib tetap akan dibutuhkan, dan semakin banyak. Sebab pertumbuhan masjid terus bertambah.

Dari prinsip yang telah dipegang oleh ustadz Joko, maka dapat kita ambil hikmah:

Berdakwaklah apa yang diketahui. Tidak semua yang diketahui dibicarakan. Berbicara itu mudah. Tapi menjadi tidak mudah, bila bicaranya sesuai dengan perilakunya.

Agar bicaranya lebih berbobot dan mengandung banyak kebenaran, salah satu cara adalah dengan banyak membaca. Dari bacaan itulah sumber pengetahuan, yang selanjutnya ditularkan kepada orang lain.

Dengarkan suara yang baik-baik saja. Mendengar yang baik akan membawa energi untuk dimasukkan ke dalam hati. Dari hati akan menggerakkan suatu yang baik pula. Ungkapan Jawa “Wong kang sholeh kumpulono” – orang yang saleh, pandai, ahli hikmah berkumpullah. Diskusi mereka akan menghasilkan barang yang positip. Bergabunglah dengan mereka niscaya akan memperoleh yang bermanfaat. Dengarkan saat orang lain berbicara. Mendengar rupanya harus terus belajar.

Posting Komentar untuk "Kesetimbangan antara Berbicara dan Mendengar"