sumber gambar : https://www.beritasatu.com/nasional/983151/pgri-minta-uu-guru-dan-dosen-dicabut-dari-ruu-sisdiknas |
Kedaulatan Rakyat versi cetak pernah menurunkan tulisan “Peran PGRI dalam Pembinaan Guru Profesional”, oleh Anton Eknathon. Setelah saya baca, ternyata tulisan itu tidak hanya ditujukan kepada pengurus PGRI atau yang berkepentingan dengan PGRI, namun justru malah lebih ditujukan untuk kalangan praktisi dan pemerhati pendidikan.
Tulisan yang dimuat dalam halaman opini itu, ada dua pesan
yang akan disampaikan
oleh penulis.
Pesan pertama: PGRI supaya turun tangan dalam penempatan pimpinan
lembaga atau kepala sekolah baik negeri maupun swasta. Karena mutu sekolah sangat
tergantung kepada leadership
atau kepemimpinan kepala sekolah. Dengan
pembinaan dan pengawasan secara efektif dan berkesinambungan maka pemelajaran akan diperoleh hasil yang
optimal dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional.
Kedua : PGRI perlu membina guru-guru
yang berinovatif dan kreatif dalam mengembangkan kurikulum di sekolah agar tidak menjadikan guru yang konsumtif kurikulum.
Guru yang kreatif akan membawa suasana belajar yang kondusif, sehingga siswa
menjadi bergairah dalam belajar. Guru yang inovatif adalah guru yang selalu
mencari hal-hal baru dalam proses transfer ilmu dan pembentukan karakter.
Butir pertama menurut hemat saya
kurang tepat,
bila penempatan dan pembinaan harus melibatkan dari unsur PGRI. Pemilihan
kepala sekolah menjadi kewenangan pejabat yang telah ditunjuk. Karena kepala sekolah dan
pejabat merupakan orang yang ditugasi menangani dalam lembaga formal, maka
kedua belah pihak harus melaksanakan sesuai dengan aturan. Baik kepala sekolah
maupun pejabat dalam
peranannya masing-masing telah memenuhi kriteria yang telah digariskan.
Mereka telah memiliki landasan hukum yang jelas. Hubungannya adalah terikat, antara penilai dan
yang dinilai. Batasan kerjanyapun sudah jelas.
Dalam situasi tertentu, ternyata kursi
kepala sekolah masih menjadi status yang menjanjikan. Unsur status sosialnya lebih kental
bila dibandingkan dengan manajemen atau pengelolaan sekolah. Sehingga
di beberapa sekolah atau di beberapa daerah masih terjadi rebutan. Dalam
keadaan yang demikian, bila PGRI diberi akses untuk membina atau bahkan diberi
peran untuk menentukan, dikhawatirkan akan terjadi kasus kong-kalikong. Karena
pengurus PGRI mayoritas berasal dari guru yang masih aktif.
Pesan yang kedua menurutku sangat
setuju. PGRI sebagai salah satu organisasi profesi yang dilindungi
undang-undang, memiliki
tanggungjawab moral meningkatkan profesi guru. PGRI harus mengoptimalkan
peran serta guru dalam rangka menuju tujuan pendidikan.
Ikut serta meningkatkan kompetensi
guru juga menjadi
salah satu tugas utama PGRI. Bila ada guru yang telah memenuhi standar
kompetensi, berarti ia telah memenuhi kriteria sebagai seorang guru yang akan menjadi harapan
untuk menjadi salah
satu pilar penyangga pendidikan.
Guru yang inovatif dan kreatif adalah
guru yang bukan asal beda. Ia mampu mengembangkan keilmuannya tidak hanya
berdasar pada teori belaka. Juga tidak hanya bertumpu pada pengetahuan yang
diperoleh dari bangku kuliah saja.
Mampu mengembangkan kurikulum adalah semangat yang harus dikobarkan oleh guru. Ia buka tipe guru yang konsumtif kurikulum. Pemelajaran yang dibangun bukan berdiri di atas pondasi kurikulum belaka.
Posting Komentar untuk "Optimalisasi Peran PGRI"