Tafakur

 


Jum'at Berkah

“Berfikir sesaat lebih baik dari pada ibadah selama enam puluh tahun “

Al Ghazali meriwayatkan dari Wahab. “Dulu sebelum datang kalian ada seorang laki-laki yang menyembah kepada Allah selama tujuh puluh tahun, berpuasa dan menegakkan shalat malam. Dia meminta kepada Alla tapi belum dikabulkan. Kemudian Allah menurunkan seorang malaikat dan berkata, ‘Sesaat engkau merenungi dirimu adalah lebih baik daripada ibadah-ibadahmu yang telah lalu”.

Berpikir adalah aktivitas yang membedakan manusia dari makhluk hidup lainnya. Melalui pemikiran, kita mampu, mengenal diri dan dunia. Berfikir memungkinkan kita untuk merenung keberadaan kita, tujuan hidup, dan hubungannya dengan semesta. Bila berfikir ini mampu menyatukan dengan langkah, maka akan tergerak bahwa manusia sangat bergantung kepada alam dan lingkungannya. Inilah yang menjadikan manusia supaya tidak angkuh dan sombong.

Para filosof Muslim seperti al Kindi, al Farabi, Ibnu Sina dan lain-lain, telah melakukan kajian secara mendalam tentang akal, jiwa dan pengetahuan. Mereka melihat bahwa berpikir merupakan anugerah Ilahi, harus dimanfaatkan sebagai Rahmat.

Manusia diberi akal (al-‘aql) untuk memahami, menalar, dan membuat keputusan sehingga mampu untuk berbuat sesuatu. Ibnu Sina bahkan mengembangkan ta’wil yaitu menafsirkan terhadap ayat-ayat al Qur’an yang lebih dalam lagi. Takwil dianggap sebagai alat untuk menjembatani pemahanan akal dan wahyu, sehingga keduanya tidak bertentangan, tetapi saling melengkapi.

Manusia dibekali dengan nafsu (al-nafs), ilmu (al-‘ilm) dan hikmah (al-hikmah). Ketiga harta benda yang tak ternilai ini, diberikan kepada manusia hanya untuk mentauhidkan asma-Nya. Peliharalah jiwa ini agar manusia tidak menjadi kerdil. Nafsu sebagai penuntun arah kehidupan, bukan dipelihara untuk memperbudak diri.

Mengapa kehidupan ini semakin modern, semakin efektif dan efisien, karena manusia dibantu dengan ilmu. Ilmu adalah hasil dari proses berpikir yang benar. Ilmu tidak hanya terbatas pada pengetahuan tentang dunia fisik, tetapi juga mencakup pengetahuan tentang Tuhan, diri sendiri, dan nilai-nilai moral.

Setelah disediakan nafsu dan ilmu, untuk melengkapinya, manusia diberi hikmah atau kebijaksanaan. Hikmah ini diperoleh melalui pengetahuan dan pengalaman. Hikmah inilah sebagai alat ukur untuk menimbang baik tidaknya sebuah perbuatan.

Posting Komentar untuk "Tafakur"