Feminisme dan Fundamentalisme

 


Wanita dan pria Takkan pernah sama Secara kodrati Berbeda fungsinya Jiwanya badannya Tuhan telah mengatur pembidangannya

Tulisan di atas adalah syair dari lagu Emansipasi Wanita karya H. Rhoma Irama. Diciptakan tahun 1984 pada album volume ke-13. Lagu ini dipopulerkan untuk menjawab keresahan masyarakat dengan diterimanya seorang wanita yang dapat berkarya di segala bidang.

Boleh jadi, lagu tersebut untuk mendorong manusia untuk berkarya setinggi langit, namun tetap ingat dengan kodratnya. Keterlibatan wanita dalam perannya berkegiatan seperti membuka pintu, setelah merasa hidup terkekang sebagai konco wingking (hanya sebagai pelengkap dalam rumah tangga-istilah Jawa).

Emansipasi wanita memang turunan dari pandangan hidup feminisme. Yaitu sebuah gerakan wanita yang memperjuangkan hak perempuan. Sebuah gerakan memberdayakan seluruh perempuan dalam mewujudkan hak penuh milik mereka. Misalnya: kesempatan hidup yang sama, keleluasaan dalam bekerja, peluang untuk menjadi pemimpin dalam masyarakat.

Di Amerika dan Eropa, tahun 1870 hingga 1920 marak kejengkelan perempuan yang hanya menjadi pajangan. Mereka (perempuan) merasa bahwa ikut andil bagian dalam berkiprah di masyarakat adalah sebuah kehormatan. Derajat pribadi tidak ingin kalah dengan laki-laki. Setelah empat puluh tahun vakum, feminisme berembus lagi sekitar tahun 1960 – 1970 an.  

Tahun 1988, dua orang feminis dari Asia Selatan, Kamla Bashin dan Nighat Said Khan, menceriterakan dalam bukunya “Some Questions on Feminism and its Relevance in South Asia”, bahwa banyak perempuan yang sepakat menyatakan: perempuan tertindas dalam banyak hal, dan telah menjadi harijan (kaum yang haram disentuh. Istilah ini diciptakan oleh Mahatma Gandhi pada tahun 1932) dalam masyarakat sejak berabad-abad. Sebagian mengalami penindasan, yang mungkin oleh tradisi yang mengutamakan lelaki.

Di beberapa masyarakat tertentu telah mampu mengangkat harkat perempuan. Peran strategis di masyarakat bahkan dipegang oleh perempuan. Dalam Bahasa kekinian adalah kestaraan gender, yaitu gerakan yang bertujuan untuk memberi kesempatan yang sama kepada perempuan melalui berbagai bidang kehidupan.

Segencar apapun gerak feminisme, masih tetap ada yang hendak menghalangi, terutama yang dilakukan oleh kaum fundamentalis. Fundamentalisme pada dasarnya adalah gerakan protes terhadap beberapa aspek modernitas yang sekuler. Karena fundamentalisme memfokuskan diri pada gender sebagai isyu utama dan keluarga sebagai pusatnya.

Kaum fundamentalisme menolak keterlibatan perempuan yang terlalu jauh mencampuri urusan dunia. Ada dua alasan pokok. Pertama, fundamentalisme tidak memahami sepenuhnya makna dari feminisme. Karena isyu yang muncul ke permukaan semacam: “tidak ingin mempunyai anak”, “anti lelaki”, “perusak keluarga”.

Kedua, penolakan terhadap feminisme sesungguhnya merupakan katakutan terhadap perubahan. Perempuan yang memiliki relasi yang luas, kalah bersaing dalam prestasi, adalah ujud dari kemapanan tradisi. Semakin berkurangnya monopoli lelaki dalam menyumbang pendapatan keluarga.

Feminisme dapat dipandang sebagai budaya tandingan, karena secara tajam menggugat atau menantang nilai-nilai baku dalam masyarakat. Sementara prinsip dari fundamentalisme, menurut Roger Garaudy (seorang intelektual Perancis, tapi di benci Eropa) memiliki ciri: menolak perubahan, intoleransi, tertutup, kekakuan mazhab, tunduk pada tradisi, dan menentang pertumbuhan.

Bahan bacaan: Jurnal Ulumul Qur’an, No 5 dan 6 Tahun 1994.

Posting Komentar untuk "Feminisme dan Fundamentalisme"